Selasa, 20 Januari 2009

Surat Terbuka untuk Barnabas Suebu: Selamatkan Otonomi Khusus Papua

Amiruddin al Rahab

Suara Pembaruan, 28 Juli 2006


Ketegangan di hati masyarakat Papua lepas sudah dan harapan muncul ketika Mendagri resmi melantik Barnabas Suebu dan Alex Hasegem sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Papua yang baru 25 Juli 2006 di Jayapura. Mulusnya acara pelantikan menunjukkan demokrasi sedang bersemi di Papua.

Pak Bas Suebu, Rakyat Papua sungguh berharap agar Otonomi Khusus di masa jabatan Anda ini menjadi obat bagi penderitaan dan rasa sakit selama ini. Pak Bas sedari awal rakyat Papua memang mengenal Anda sebagai arsitek Otsus Papua. Paham Anda yang dalam mengenai alasan historis dan dasar filosofis dari Otsus, bisa menjadi modal besar sebagai nahkoda utama yang akan membawa pelayaran perahu Papua ini ke pulau kebahagiaan. Harapan itu pantas kiranya, karena dalam empat tahun ini rakyat Papua belum merasakan secara signifikan dampak positif dari Otsus.

Di kala harapan itu bersemi, Otsus Papua itu sepertinya terancam. Ancaman itu adalah adanya rencana merevisi Otsus demi menampung Provinsi Irjabar. Bahkan Ketua DPRD Irjabar menghendaki dalam revisi nanti itu Majelis Rakyat Papua ditiadakan. (Suara Pembaruan, 25/7/2006).

Sedangkan ancaman yang lain adalah adanya rencana Presiden mengeluarkan inpres tentang percepatan pembangunan di seantero Tanah Papua yang dinilai banyak pihak di Jayapura mereduksi Otsus dan meninggalkan orang Papua dalam pembahasannya. Inpres yang direncanakan itu sunguh sangat absurd, karena ingin mengatur pulau, bukan provinsi.

Maka dari itu, Pak Bas Suebu di tangan Anda lah masa depan Papua dipertaruhkan. Artinya seluruh harapan rakyat Papua saat ini sampai lima tahun ke depan berada dalam genggaman Anda. Jika Anda salah mengambil posisi dalam berhadapan dengan Jakarta atau keliru mengambil keputusan, maka taruhannya bukan sekadar jabatan gubernur yang saat ini Anda sandang, melainkan nasib hampir 1,2 juta jiwa penduduk asli Papua (istilah UU Otsus).


Martabat Papua

Pak Bas, saat ini sikap Anda terhadap pemerintah pusat adalah nilai dari harga diri dan martabat penduduk asli Papua. Maka dari itu ketegaran dan komitmen Anda terhadap implementasi Otsus secara konsekuen adalah jaminan dari harga diri masyarakat Papua itu.

Jika Anda mudah ditekuk oleh Jakarta, maka harga diri rakyat Papua juga akan jatuh di hadapan tangan kekuasaan pusat yang selalu cemburu kepada kewenangan daerah. Maka dari itu, perlu pula Anda ingat bahwa dalam hubungan Jakarta dengan Jayapura selama ini, Jayapura terlalu menjadi penurut, akibatnya Jayapura terus dipaksa oleh pusat untuk memberikan konsesi yang lebih besar.

Sebagai nahkoda senior di Papua, tentu Anda dengan tim telah tahu rute pelayaran dari perahu Papua ini. Meskipun demikian untuk menyelamatkan perahu Otsus Papua ini agar tidak menabrak karang atau dipermainkan gelombang, ada beberapa alasan mendasar mengapa Otsus itu harus diselamatkan.

Pertama, seluruh isi Otsus adalah nilai tertinggi yang bisa dicapai oleh Papua dalam NKRI saat ini. Seluruh nilai itu tidak boleh di- reduksi lagi. Jika satu saja dari nilai-nilai di dalam Otsus itu direduksi oleh pusat, maka secara keseluruhan Otsus itu akan menemukan jalan buntu.

Keluarnya Inpres No 1/2003 tentang Pembentukan Provinsi Irjabar adalah salah satu contoh dari jalan buntu itu. Meskipun demikian, keberadaan Irjabar sudah menjadi kenyataan, maka dari itu langkah yang tersisa adalah memaksimalkan seluruh kewenangan yang masih ada.

Dalam konteks itu, rencana revisi UU Otsus hanya bisa diterima sejauh revisi itu betul-betul ditujukan untuk memaksimalkan nilai-nilai Otsus dalam implementasinya. Atau revisi itu sunguh-sunguh ditujukan untuk memastikan wewenang otoritas daerah Papua (Gubernur, DPRP, dan MRP) dalam mengatur ruamah tangganya sendiri demi kesejahteraan penduduk Papua.

Jika revisi itu menggerogoti nilai pokok dari Otsus, seperti meniadakan keberadaan MRP atau memperkecil kewenangan provinsi dalam mengelola kekayaan SDA Papua dan menghalangi agenda afirmativ action bagi kesejahteraan penduduk asli Papua, maka revisi itu harus ditolak secara tegas.

Kedua, Otsus merupakan refleksi dari pengalaman pahit Papua yang telah disia-siakan oleh pusat (memoria of passionis) lebih dari 40 tahun. Maka dari itu, Otsus memastikan keadilan bagi penduduk asli Papua dalam kerangka demokratisasi politik lokal, penegakan hukum, dan penghargaan serta perlindungan hak asasi manusia orang Papua.

Karena itulah Otsus merupakan resolusi konflik yang win-win solution bagi Papua dalam NKRI. Di dalam Otsus inilah Papua menemukan jati dirinya dan martabatnya saat ini. Dengan demikian Otsus mengandung pengakuan dari pemerintah pusat bahwa telah terjadi kesalahan dalam menangani Papua di era sebelumnya.

Jadi intinya Otsus di Papua merupakan pengakuan kesalahan pemerintah pusat, sehingga untuk menebus kesalahan itu diberikan kepada Papua kewenangan yang lebih dari daerah lainnya untuk mengelola diri secara mandiri. Disetujuinya pembentukan MRP sebagai pilar ketiga dari penyelenggaraan pemerintahan di Papua adalah kristalisasinya.


Membangun Sinergisitas

Maka dari itu dalam menyelamatkan Otsus dari rongrongan kekuasaan pusat, Pak Bas perlu mengambil beberapa langkah. Pertama, membangun sinergisitas antarpilar pemerintahan di Papua yaitu Gubernur, DPRP, dan MRP secara simultan. Sinergisitas ini penting, karena jika salah satu tidak terlibat dalam pembuatan dan pengambilan keputusan maka jalan pemerintahan di Papua akan pincang atau akan kurang legitimasinya.

Kedua, memastikan dengan segera langkah-langkah implementasi yang berkaitan dengan perlindungan hak-hak dasar penduduk asli Papua sebagaimana yang diwajibkan oleh Pasal 38 sampai 43 UU Otsus. Dalam konteks ini pembuatan Perdasi dan Perdasus implementasi Otsus jauh lebih penting ketimbang melakukan revisi.

Ketiga, memastikan berdirinya dengan kokoh institusi pemenuhan rasa keadilan di Papua, terutama masalah hak asasi manusia seperti Komisi HAM Papua, Pengadilan HAM di Papua, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Papua, dan Komisi Hukum Papua. Semua institusi ini, harus menjadi agenda mendesak Gubernur yang baru.

Sekali lagi selamat Pak Bas, agenda berat di hadapan Anda. Namun semua agenda itu akan mudah dijalankan jika Anda betul-betul bertahta di hati penduduk Papua, bukan menjadi boneka Jakarta di Papua. Selamat bertugas Pak Bas, semoga sehat dan berkah Tuhan selalu menyertai Anda.


Penulis adalah inisiator Pokja Papua dan peneliti senior di ELSAM - Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar