Selasa, 20 Januari 2009

Menguak Perang Rahasia di Papua

Amiruddin al-Rahab

Peneliti Masalah Politik dan HAM Papua

Majalah Tempo, (06/XXXI 08 April 2002)


Kibaran Sampari: Gerakan Pembebasan OPM dan Perang Rahasia di Papua Barat Penulis : Robin Osborne Penerbit : Jakarta, ELSAM, 2001

PAPUA ada di penghujung Indonesia, nun jauh di sana. Jauh dari Jakarta, dalam pengertian apa pun. Di tahun 1980-an, berita mengenai Papua di media massa tak seberapa. Kalaupun ada, telah terjadi penyensoran oleh aparat keamanan. Akibatnya, banyak hal yang terjadi di Papua tidak diketahui oleh publik di daerah lain sehingga berita mengenai Papua di media massa lebih banyak mengulas berbagai keburukan yang terjadi di wilayah tertimur Indonesia ini, seperti penyerangan pos-pos polisi atau TNI, penyerangan ke base camp perusahaan pemilik HPH (hak pengusahaan hutan) atau tambang, atau aksi-aksi penculikan yang tanpa penyelidikan mendalam oleh aparat keamanan langsung dituduhkan kepada Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bahkan, dalam kasus terbunuhnya Theys H. Eluay, aparat keamanan juga langsung menudingkan telunjuknya kepada OPM dengan menambahkan faksi kelompok garis keras.

Kini seluruh penjuru Indonesia tengah menoleh ke sesuatu nun jauh di sana di Papua akibat ditemukannya Theys H. Eluay. Apakah kasus pembunuhan yang dialami Theys adalah sesuatu yang baru?

Media seakan-akan memandang pembunuhan terhadap Ketua Presidium Dewan Papua (PDP) itu adalah hal baru di Papua. Jika kita menyimak karya Robin Osborne, yang aslinya berjudul Indonesia’s Secret War: the Guerilla Struggle in Irian Jaya, apa yang menimpa Theys bukanlah hal yang baru. Pada tahun 1984, mayat Arnol A.P. dan Eddy Mofu di Pantai Base G. ditemukan dan pada tahun 1982 mayat Williem Joku dan Jonas Tu membusuk di dalam karung di Pantai Jayapura. Ini adalah contoh yang bermodus sama.

Di dalam buku ini, Osborne mengulas secara detail mengenai berbagai bentuk aksi pembunuhan dan operasi tentara di Papua sepanjang tahun 1980-an. Segala sepak terjang aparat keamanan di Papua yang berusaha menumpas gerakan separatis itu disebut sebagai perang rahasia Indonesia. Perang rahasia itu dilakukan secara sistematis dengan menggunakan berbagai nama operasi, dari Operasi Senyum sampai Operasi Sate dan Operasi Koteka. Dalam berbagai operasi itu ratusan penduduk menjadi korban.

Dalam konteks perang rahasia itulah segala perselingkuhan kekerasan terjadi di Papua dengan melibatkan berbagai perusahaan pemilik HPH dan tambang besar dan tentu saja aparat keamanan. PT Freeport adalah contoh terbaik dari perselingkuhan kekerasan itu.

Rakyat Papua yang keberatan tanah ulayatnya (tanah dari nenek moyang--Red) diambil-alih oleh perusahaan tambang atau perusahaan pemegang HPH dalam sekejap menjadi OPM di mata tentara dan secara otomatis sah mendapat hukuman mati, tanpa proses hukum.

Di samping praktek perang rahasia dan akibat-akibat buruknya yang menimpa rakyat Papua, buku ini juga menyuguhkan secara jernih mengenai OPM. Istilah OPM yang sekarang kita kenal pertamanya datang dari TNI. Artinya, TNI mengidentifikasi, siapa saja dan kelompok mana saja jika bersuara keras dan berani mengkritik pemerintah atau TNI yang berselingkuh dengan perusahaan HPH dan tambang, otomatis ia menjadi OPM. Osborne menguraikan, OPM secara historis bukanlah organisasi yang homogen dengan hierarki yang ketat sebagaimana layaknya organisasi gerilya bersenjata di banyak tempat. OPM yang disampaikan dalam buku ini tak lebih dari satu keragaman cara bereaksi terhadap perang yang dilancarkan oleh tentara Indonesia. Karena itu, di dalam organisasi yang di OPM-kan itu terdapat perbedaan yang mendasar. Bahkan perbedaan-perbedaan itu tak jarang menimbulkan saling serang di antara mereka. Tak jarang pula dalam kondisi saling serang itu ada pula kelompok yang diperalat oleh militer untuk menghancurkan kelompok yang lainnya. Osborne berhasil mendeskripsikan anatomi dan latar historis dan kondisi sosial-politik kehadiran OPM itu, sekaligus juga mendeskripsikan karakter dan profil tokoh-tokoh OPM baik di dalam maupun di luar Papua.

Buku ini kaya akan data dan keterangan mengenai Papua sepanjang tahun 1980-an. Kini, buku ini menjadi sangat penting karena berisi catatan sejarah sosial-politik yang sangat penting baik bagi Indonesia maupun bagi rakyat Papua sendiri. Karena itu, dalam rangka menulis ulang sejarah demi mencari dasar pertimbangan untuk menyelesaikan masalah yang kini kian berat di Papua, buku ini begitu relevan untuk dibaca. Artinya, dengan menguak perang rahasia yang terjadi di Papua selama ini kita bisa mencoba mengidentifikasi masalah secara lebih jernih, sehingga apa yang menimpa Theys H. Eluay tidak terulang kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar